Breaking News

Burung Kuau Langka Terpantau di Hutan Lindung Kalimantan

Sambangdesa com / Berau - Burung kuau (Argusianus argus), satwa langka yang semakin terancam punah, kembali menunjukkan keberadaannya di Hutan Lindung Sungai Lesan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Rekaman kamera trap yang dipasang oleh tim patroli masyarakat atau Forest Guardian menangkap penampakan burung yang dikenal dengan julukan "penari hutan" ini, memberikan harapan baru bagi konservasi spesies unik tersebut.

Paulinus Kristianto, Direktur Conservation Action Network (CAN) Borneo, menyampaikan bahwa keberadaan kuau di kawasan Hutan Lindung Sungai Lesan masih terpantau meski populasinya menurun dibandingkan masa lalu. “Kuau ini sudah cukup jarang di Kalimantan, tapi beruntung masih ditemukan di Lesan. Bahkan bukan cuma satu, banyak yang tertangkap kamera trap,” jelasnya seperti dikutip dari detik.com, Selasa (11/11/2025).

Burung kuau yang hidup secara soliter ini menjadi indikator penting kondisi ekosistem hutan. Berbeda dari orang utan yang mampu bertahan di area konflik, kuau hanya dapat hidup di habitat yang benar-benar aman dan minim gangguan manusia. “Ketika ada Argus di situ, secara tidak langsung mengindikasikan bahwa kondisi ekosistem hutannya bagus,” tambah Paulinus.

Meski saat ini burung kuau berstatus "rentan" (Vulnerable) dalam daftar IUCN, data lapangan menunjukkan tren penurunan populasi yang signifikan akibat hilangnya habitat. Paulinus menegaskan, “Sampai sekarang tidak ada data yang cukup untuk menggambarkan kondisi kuau secara akurat. Tapi di lapangan, populasinya menurun karena habitatnya hilang. Harusnya statusnya sudah 'endangered', bukan cuma 'rentan'.”

Penurunan ini menjadi peringatan penting bagi upaya konservasi yang selama ini belum mendapatkan perhatian serius secara menyeluruh.

Dikenal sebagai salah satu burung tercantik di dunia, kuau memiliki perilaku menarik yang membuatnya dijuluki "penari hutan". Sebelum menarik perhatian betina, pejantan burung ini membersihkan lantai hutan dan menari sambil mengembangkan ekornya yang panjang menyerupai merak.

“Kamera trap sempat merekam saat kuau sedang menari di area yang sudah dibersihkan. Ini menunjukkan perilaku alami yang sangat unik,” kata Paulinus.

Selain tarian, suara keras kuau jantan juga menjadi tanda khas keberadaannya di hutan. Suara lantang digunakan untuk menandai wilayah teritori, berbeda dengan orang utan yang menggunakan tanda fisik seperti kencing atau seruan panjang.

Burung kuau bukan hanya penting secara ekologis, tetapi juga memiliki nilai budaya tinggi bagi masyarakat Dayak. Tarian kuau menginspirasi tarian tradisional yang menggambarkan keindahan dan harmoni alam. Bulu kuau sering menjadi ornamen adat dalam upacara dan pakaian pembesar adat.

“Burung kuau melambangkan keindahan, harmoni, dan kekuatan magis,” ujar Paulinus. “Bulu kuau kini makin sulit ditemukan, sehingga ornamen adat yang menggunakan bulu ini juga semakin jarang.”

Masyarakat Dayak secara adat melindungi kuau, hanya menggunakan bulu yang rontok secara alami, sehingga tekanan manusia langsung terhadap burung ini relatif kecil.

Perubahan ekosistem dan berkurangnya tutupan lahan menjadi ancaman utama bagi kelangsungan hidup kuau. Hilangnya habitat alami lebih berdampak daripada pengambilan bulu secara adat.

“Secara adat burung kuau terlindungi. Namun perubahan lahan dan hilangnya tutupan hutan sangat berpengaruh pada populasi kuau,” kata Paulinus.

Paulinus Kristianto menekankan pentingnya perhatian serius terhadap konservasi burung kuau, tidak hanya dari aspek ekologis tetapi juga nilai budaya yang melekat pada satwa ini.

“Konservasi kuau adalah upaya menjaga bukan hanya satwa, tapi juga simbol budaya. Jika kuau hilang, banyak tarian dan ornamen adat kehilangan maknanya. Ini soal menjaga warisan budaya sekaligus keanekaragaman hayati,” tutupnya.

Burung kuau yang langka dan eksotis ini bukan sekadar bagian dari fauna Kalimantan Timur, tetapi juga lambang keindahan dan harmoni alam yang memegang peranan penting dalam budaya masyarakat Dayak.

Keberadaannya di Hutan Lindung Sungai Lesan menjadi penanda ekosistem yang masih lestari. Namun, ancaman perubahan habitat mengharuskan langkah konservasi yang terintegrasi dan serius agar kuau tidak hanya menjadi cerita masa lalu. Masyarakat, peneliti, dan pemerintah diharapkan dapat bersinergi menjaga kelangsungan hidup burung ini, sekaligus melestarikan warisan budaya yang melekat padanya.

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close