Sambangdesa.com / Ponorogo - Dusun Sumbulan di Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, menyimpan sejarah yang unik. Kampung yang dulunya ramai dengan aktivitas keagamaan kini terhenti, menjadi wilayah tanpa penghuni.
Akses jalan yang sulit menjadi alasan utama mengapa warga memilih meninggalkan dusun ini. Meskipun demikian, sisa-sisa kehidupan yang pernah ada masih dapat ditemui, mulai dari bangunan tua hingga peninggalan sejarah yang menarik. Menurut berbagai sumber, dusun Sumbulan dulunya dihuni oleh sekitar 30 kepala keluarga di area seluas tiga hektar. Namun, dalam lima tahun terakhir, kawasan ini perlahan-lahan ditinggalkan.
Saat ini, hanya tersisa empat rumah permanen yang masih berdiri meskipun dalam kondisi tidak terawat. Selain itu, terdapat sebuah masjid tua, makam, dan bekas pondok pesantren yang menjadi bukti bahwa kampung ini pernah ramai pada masanya.
Sejarah dan Aktivitas Keagamaan
Kampung Sumbulan pernah menjadi pusat kegiatan keagamaan. Pada 1980-an, seorang ulama perempuan asal Demak, Nyai Murtadho, mendirikan pondok pesantren di sini. Banyak santri dari luar daerah datang untuk menuntut ilmu. Namun, seiring wafatnya Nyai Murtadho dan keluarganya, pondok pesantren tersebut mulai sepi, dan perlahan-lahan, warga memilih pindah ke daerah lain demi mencari kehidupan yang lebih baik.
Fasilitas di Sumbulan sebenarnya terbilang lengkap dengan adanya listrik dan air bersih. Namun, akses transportasi yang terbatas menjadi kendala utama. Satu-satunya jalan menuju kampung ini masih berupa bebatuan khas jalan sawah, membuat medan yang terjal dan jauh dari pusat keramaian semakin membuat warga enggan kembali setelah merantau.
Kehidupan yang Masih Bertahan
Meski tidak berpenghuni, beberapa bangunan masih difungsikan secara terbatas. Sebuah musala yang terletak di tengah kampung masih digunakan oleh para petani setempat untuk melaksanakan salat Zuhur dan Asar. Mereka adalah warga dari desa tetangga yang memiliki sawah di sekitar Sumbulan.
Makam keluarga pendiri kampung tetap terawat dan dikunjungi oleh keturunan mereka yang ingin berziarah. Di belakang masjid tua, terdapat pemakaman warga yang diapit oleh dua aliran sungai besar, yang disebut warga setempat sebagai "tempuran," atau pertemuan dua sungai curam. Di sisi selatan masjid, sebuah jembatan beton sederhana telah dibangun, sering digunakan oleh pencari rumput yang melintas.
Warisan Sejarah yang Terus Hidup
Sejarah kampung ini dapat ditelusuri hingga tahun 1850-an, ketika Ali Usman menjadi orang pertama yang membuka lahan di Sumbulan. Kepemimpinan kemudian diteruskan oleh menantunya, Ali Murtadho, dan dilanjutkan oleh keturunannya secara turun-temurun. Sumarno, generasi kelima dari keluarga tersebut, masih sesekali mengunjungi Sumbulan untuk merawat rumah keluarga dan mengenang masa kecilnya.
Suasana Sumbulan kini sangat berbeda dibandingkan masa lalu. Sepanjang jalan menuju kampung ini, hanya hamparan sawah dan sumber air yang terlihat, menciptakan kesan sepi namun penuh kenangan akan sejarah yang pernah ada.
Social Footer