Sambangdesa.com / Jakarta- Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menyoroti kebijakan anggaran pendidikan Indonesia tahun 2024 yang sebagian besar dialokasikan untuk dana desa. Mantan menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengungkapkan pandangannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR di Gedung DPR RI, Selasa (2/7/2024).
Nuh menjelaskan bahwa pemerintah telah menganggarkan Rp 665,02 triliun, atau 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, untuk pendidikan. Namun, sebanyak 52 persen atau sekitar Rp 346 triliun dari anggaran tersebut dialokasikan untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).
"Saya terus terang penasaran, sejak kapan dana desa masuk dalam anggaran pendidikan? Dan apa isinya?" tanyanya dalam rapat tersebut.
"Kalau lurah, ya kan lurah ujungnya, kalau dana desa kan lurah. Ngurusi apa di pendidikan itu? Ini tidak bisa kita berargumen secara politik, tidak bisa," lanjutnya.
Nuh menekankan bahwa besaran anggaran pendidikan Indonesia adalah amanah dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Oleh karena itu, pemerintah perlu segera memberikan penjelasan rinci tentang alasan mengalokasikan 52 persen anggaran pendidikan untuk dana desa, tanpa alasan politis, tetapi dengan jawaban yang jujur dan dari hati nurani.
"Kita tidak perlu berkilah mencari argumen demi ini dan itu, mohon dengan jujur, sebenarnya anggaran pendidikan untuk siapa?" tutur Nuh.
Nuh juga mempertanyakan siapa pengguna serta nilai riil anggaran yang dipakai untuk keperluan pendidikan.
Dia berharap seluruh pihak yang terlibat bertobat jika terbukti anggaran pendidikan tidak digunakan sesuai tujuan awal.
Menurutnya, pemerintah bisa jujur jika memang mengalami kekurangan anggaran di pos lain dan meminta izin jika memang terpaksa menggunakan dana pendidikan.
"Minta izin. Tapi kalau tidak, akhirnya apa? Komplikasi di dunia pendidikan karena kekurangan sumber, mulai dari UKT yang tinggi hingga sekolah rusak yang tidak tertangani dengan baik," ungkapnya.
M. Nuh mengungkapkan bahwa sebanyak Rp 346 triliun dari anggaran pendidikan sebesar Rp 665 triliun pada APBN 2024 dialokasikan ke dana desa dan transfer daerah. Ia mempertanyakan alasan pemerintah mengambil kebijakan tersebut.
"Lurah mengurusi apa di pendidikan itu? Kita tidak bisa berharap argumen politik, tetapi butuh jawaban jujur apakah transfer ke daerah dan dana desa (tahun 2024 lebih dari Rp 346 triliun atau sekitar 52 persen dari total anggaran fungsi pendidikan) memang untuk pendidikan?" ujar Nuh.
"Kalau secara formal dilegalkan dan penggunaannya tidak benar, ini perlu bertobat,” lanjut dia.
Ia juga mengaitkan fakta bahwa uang kuliah tunggal (UKT) melonjak dan banyak sekolah rusak yang tidak diperbaiki, sebagai konsekuensi dari pengelolaan anggaran pendidikan yang salah.
Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan bahwa anggaran belanja pendidikan tidak disalurkan melalui dana desa. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap informasi yang menyebutkan bahwa penyaluran anggaran pendidikan dilakukan lewat dana desa dan tidak tepat sasaran.
"Beberapa hari ini beredar informasi seolah alokasi dana pendidikan disalurkan melalui Dana Desa sehingga peruntukannya tidak jelas alias salah sasaran," ujar Prastowo melalui unggahan di akun resmi X-nya, dikutip Selasa (9/7/2024).
"Dipastikan hal tersebut tidak benar!" sambungnya.
Prastowo menjelaskan bahwa Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), atau saat ini disebut Transfer ke Daerah (TKD), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, merupakan instrumen belanja bukan peruntukan program atau kegiatan.
Dana pendidikan dialokasikan melalui TKD non Dana Desa, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan komponen lainnya.
"Tidak ada alokasi anggaran pendidikan yang disalurkan melalui Dana Desa dalam TKD. Dana Desa dialokasikan untuk keperluan lain yang spesifik sesuai dengan kebutuhan di desa," tutur Prastowo.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023 tentang APBN 2024, Prastowo bilang, total anggaran pendidikan tahun 2024 adalah Rp 665 triliun. Total anggaran itu dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp 241,4 triliun, TKD sebesar Rp 346,5 triliun, dan pembiayaan Rp 77 triliun.
Secara lebih rinci, alokasi anggaran pendidikan melalui TKD disalurkan lewat DAU dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 212,1 triliun, DAK sebesar Rp 132,1 triliun, serta Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 2,2 triliun.
Sampai dengan akhir Mei lalu, realisasi belanja pendidikan melalui TKD telah mencapai Rp 135,5 triliun, di mana dana itu digunakan untuk bantuan operasional sekolah bagi 43,7 juta siswa dan bantuan operasional PAUD untuk 6,2 juta peserta didik.
"Anggaran pendidikan 2024 diupayakan untuk meningkatkan kualitas SDM dan pembangunan infrastruktur pendidikan yang lebih layak," ucap Prastowo.
Untuk diketahui, Besaran anggaran pendidikan Indonesia telah tertuang dalam konstitusi, tepatnya pada Pasal 31 ayat (4) UUD NRI 1945.
Pasal tersebut mengamanatkan, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pengalokasian anggaran pendidikan juga diamanatkan dalam Pasal 49 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Senada, aturan ini mengatur, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan minimal 20 persen dari APBN dan minimal 20 persen dari APBD. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-V/2007 yang salah satunya menguji Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas pun memutuskan, ketentuan minimal 20 persen anggaran pendidikan itu termasuk untuk gaji pendidik.
Sementara itu, merujuk Lampiran VI Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023, pemerintah telah menetapkan Rp 665.023.864.342.000 untuk anggaran pendidikan pada APBN 2024.
Dari total dana tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) hanya mengelola 15 persen atau Rp 98,9 triliun. Sisanya, dibagi ke kementerian dan lembaga lain, pengeluaran pembiayaan, serta transfer ke daerah dan dana desa.
Berikut komponen anggaran pendidikan dengan total Rp 665,02 triliun tersebut:
1- Kemendikbud Ristek: Rp 98,98 triliun atau Rp 98.987.006.108.000 (15 persen) Kementerian Agama: Rp 62,305 triliun atau Rp 62.305.595.383.000 (9 persen)
2- Kementerian/lembaga (K/L) lain: Rp 32,859 triliun atau Rp 32.859.284.642.000 (5 persen)
3- Anggaran pendidikan pada belanja non-K/L: Rp 47,313 triliun atau Rp 47.313.270.074.000 (7 persen)
4- Pengeluaran pembiayaan: Rp 77 triliun (12 persen)
5- Transfer ke daerah dan dana desa (TKDD): Rp 346 triliun atau Rp 346.558.708.175.000 (52 persen).
Lampiran Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023 merinci, transfer ke daerah dan dana desa yang memakan anggaran paling besar tersebut terbagi menjadi:
1- Dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan: Rp 212.177.520.091.000
2- Dana alokasi khusus (DAK): Rp 132.135.766.740.000
. DAK fisik: Rp 15.820.300.000.000
. DAK nonfisik: Rp 116.315.466.740.000
. Bantuan operasional satuan pendidikan: Rp 59.493.556.448.000
. Tunjangan guru ASN daerah: Rp 56.651.935.292.000
. Bantuan operasional penyelenggaraan museum dan taman budaya: Rp 169.975.000.000
- Otonomi khusus yang diperkirakan untuk anggaran pendidikan: Rp 2.245.421.344.000.
Social Footer