Breaking News

Warga Desa Penarik Tolak Tambang Galian C

Sambangdesa.com / Mukomuko - Masyarakat adat Desa Penarik, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, menyatakan penolakan terhadap aktivitas tambang galian C pasir dan batu yang beroperasi tanpa izin di wilayah mereka. Penolakan ini didasari oleh kekhawatiran terhadap dampak tambang yang dinilai mengancam keberadaan kuburan tua yang dianggap sebagai cagar budaya dan tempat ziarah warga setempat.

Penolakan ini disampaikan oleh Musliadi, perwakilan masyarakat adat Desa Penarik, bersama lima rekannya dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Penarik, dalam pertemuan yang digelar di desa tersebut pada Jumat (tanggal tidak disebutkan secara spesifik).

Menurut Musliadi, lokasi tambang galian C tersebut sebenarnya memiliki izin operasi di Desa Marga Mulya Sakti, tetapi aktivitas penambangan meluas hingga memasuki wilayah Desa Penarik.

"Lokasi tambang itu berada dekat dengan kuburan tua di Desa Penarik. Aktivitas penambangan pasir dan batu ini bisa mengancam keberadaan kuburan tersebut," ungkap Musliadi.

Kuburan tua di wilayah tersebut, yang terletak di dekat aliran sungai, telah lama dianggap sebagai cagar budaya oleh masyarakat adat Desa Penarik. Kuburan ini tidak hanya menjadi bagian penting dari sejarah dan identitas budaya masyarakat, tetapi juga menjadi tempat ziarah yang rutin dikunjungi warga setempat.

"Kami ingin melindungi kuburan tua ini karena memiliki nilai sejarah yang besar bagi masyarakat adat di sini," tambahnya.

Musliadi menjelaskan bahwa pihaknya memiliki dokumen berupa peta batas wilayah antara Desa Marga Mulya Sakti dan Desa Penarik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Berdasarkan dokumen tersebut, aktivitas tambang yang memasuki Desa Penarik dianggap ilegal karena melanggar batas administratif desa.

Selain itu, Musliadi menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah Desa Penarik tidak pernah memberikan izin lingkungan untuk aktivitas tambang tersebut.

"Kami mempertanyakan, bagaimana tambang ini bisa beroperasi di wilayah Penarik, sementara Kepala Desa Penarik tidak pernah mengeluarkan izin lingkungan," ujarnya.

Musliadi juga menyebutkan adanya isu bahwa desa menerima bantuan dari tambang tersebut. Namun, setelah dilakukan penelusuran, ternyata bantuan tersebut diduga hanya diterima oleh oknum aparatur desa. 

"Bantuan itu tidak pernah sampai ke masyarakat secara langsung. Kami menduga ada oknum yang terlibat dan memanfaatkan situasi ini," jelasnya. 

Meskipun ada upaya negosiasi yang dilakukan oleh beberapa pihak, masyarakat adat Desa Penarik tetap menolak aktivitas tambang tersebut. Lokasi tambang yang berdekatan dengan kuburan tua menjadi alasan utama penolakan ini.

"Kami ingin mencegah kerusakan pada kuburan tua dan melindungi nilai budaya serta sejarah kami," tegas Musliadi.

Sebagai langkah lanjutan, masyarakat adat meminta pemilik tambang untuk segera menghentikan aktivitasnya. Selain itu, mereka juga menyurati perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menggunakan material dari tambang tersebut. Surat tersebut berisi imbauan agar perusahaan tidak lagi membeli pasir dan batu dari tambang yang melanggar batas wilayah dan mengancam cagar budaya.

Advertisement

Type and hit Enter to search

Close