Sambangdesa.com / Korea Selatan - Overtourism telah melanda ibu kota Korea Selatan, Seoul, sehingga memaksa pemerintah setempat mengambil tindakan. Otoritas lokal akan menerapkan langkah-langkah ketat untuk melindungi distrik desa tradisional bersejarah di Seoul dari lonjakan wisatawan yang memadati jalanan dan menyebabkan gesekan dengan penduduk setempat.
Salah satu tempat yang terdampak adalah Desa Hanok Bukchon, yang terkenal dengan rumah tradisional khas Korea. Desa ini adalah salah satu tujuan wisata paling populer di Seoul, menarik ribuan pengunjung setiap hari.
Terletak di distrik Jongno di pusat kota Seoul, Bukchon berada dekat dengan ikon budaya lainnya seperti kuil leluhur kerajaan Jongmyo dan istana megah Gyeongbokgung dan Changdeokgung.
Namun, jumlah wisatawan yang datang jauh melebihi jumlah penduduk, menyebabkan keluhan tentang kebisingan, sampah, dan masalah privasi terus meningkat.
Untuk meredakan ketegangan dan mengendalikan keramaian, pejabat distrik akan mulai membatasi jumlah wisatawan ke desa populer ini mulai Oktober 2024.
Bukchon akan ditetapkan sebagai "area manajemen khusus" pertama di negara itu di bawah Undang-undang Promosi Pariwisata Korea Selatan.
Jam malam untuk wisatawan akan diberlakukan setiap hari antara pukul 17.00 hingga 10.00 waktu setempat. Bus sewaan yang membawa wisatawan akan dibatasi di beberapa bagian untuk mengurangi lalu lintas dan membuat Bukchon lebih ramah pejalan kaki.
Tiga zona berwarna merah, oranye, dan kuning juga akan diterapkan untuk memungkinkan otoritas lokal mengendalikan dan memantau keramaian di area paling padat. Denda akan dikenakan pada pelanggar, kata pejabat. Papan peringatan dalam empat bahasa tentang tingkat kebisingan juga sudah dipasang sejak 2018.
Namun, beberapa penduduk dan pekerja di area tersebut menolak langkah-langkah baru ini dan menganggapnya tidak efektif.
Pemilik kafe Lee Youn-hee menyatakan bahwa wisatawan biasanya datang setelah matahari terbenam untuk berfoto.
“Di musim dingin, pengunjung sudah datang pukul 5 sore dan selama musim panas mungkin pukul 6 sore karena hari lebih lama. Ini tidak akan membuat banyak perbedaan,” ujar Lee.
Seoul tidak sendirian dalam menghadapi masalah ini. Banyak kota besar di dunia berjuang menemukan keseimbangan antara pendapatan pariwisata dan kesejahteraan penduduk.
Di Barcelona, wisatawan disiram dengan air oleh pengunjuk rasa yang menolak pariwisata massal. Venesia, Italia, juga memperkenalkan biaya percobaan untuk membatasi jumlah pengunjung harian.
Overtourism telah lama menjadi masalah di Jepang, yang semakin memburuk sejak negara tersebut dibuka kembali pasca-pandemi. Lereng Gunung Fuji mengalami kemacetan manusia yang meningkat, dengan banyak sampah dan perilaku wisatawan yang buruk.
Sekitar 6,6 juta wisatawan domestik dan mancanegara diperkirakan mengunjungi Bukchon pada tahun 2023, menurut data pemerintah.
“Saya pikir penting bagi wisatawan untuk menghormati mereka yang tinggal di sini,” kata Sindere Schoultz, seorang turis dari Swedia yang berkunjung ke Bukchon. Turis Swedia lainnya, Emma Hägg, mengatakan dia memahami alasan di balik rencana pembatasan tersebut.
Social Footer