Sambangdesa.com / Banyuwangi - Tumpeng Sewu adalah tradisi atau ritual adat suku Osing, suku asli Banyuwangi, Jawa Timur. Masyarakat suku Osing di Desa Kemiren mengadakan ritual adat Tumpeng Sewu seminggu sebelum Hari Raya Idul Adha.
Tradisi Tumpeng Sewu ini merupakan warisan turun temurun yang erat dengan suasana kebersamaan.
Sebagai tradisi dan budaya yang diwariskan di Banyuwangi, ritual adat Tumpeng Sewu telah menjadi daya tarik wisata tersendiri. Menjelang acara, biasanya jalan menuju Desa Adat Kemiren ditutup dan warga yang ingin menyaksikan harus berjalan kaki.
Menurut laman Kemendikbud, ritual adat Tumpeng Sewu pada dasarnya adalah selamatan sebagai ungkapan syukur kepada penjaga desa (Buyut Cili) yang telah melindungi Desa Kemiren dari berbagai bahaya. Lebih dari itu, ritual adat ini juga dilakukan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, ritual adat Tumpeng Sewu juga diyakini sebagai selamatan untuk menolak bala agar desa ini dijauhkan dari segala bencana dan penyakit.
Ritual adat Tumpeng Sewu sebenarnya terdiri dari rangkaian acara panjang yang dilakukan sejak pagi hari. Dimulai dari tahap persiapan seperti memasak, menyiapkan barong, tradisi mepe kasur (menjemur kasur), dan ngaturi Buyut Cili (ziarah ke makam Buyut Cili). Sore harinya, jalan desa mulai ditutup dan masyarakat mulai bersiap menggelar tikar di depan rumah masing-masing untuk persiapan tradisi ini.
Setiap rumah di Kemiren juga menyiapkan minimal satu tumpeng yang diletakkan di depan rumah. Siapapun dapat menikmati suguhan ini bersama warga setempat secara cuma-cuma alias gratis. Ribuan tumpeng ini disajikan dengan daun pisang dan dilengkapi lauk khas berupa pecel pithik dan sayur lalapan sebagai pelengkap.
Acara selanjutnya adalah arak-arakan barong, slametan tumpeng pecel pitik, dan mocoan lontar.
Iring-iringan barong melintas dan melakukan Ider Bumi dari dua sisi desa, timur dan barat, lalu bertemu di titik utama di depan Balai Desa Kemiren. Sementara itu, beberapa panitia mulai menyalakan obor di sepanjang jalan. Puncak acara dimulai seusai salat Maghrib, ketika semua orang, baik warga maupun wisatawan, duduk tertib bersila di atas tikar atau karpet yang digelar di depan rumah dan sepanjang jalan.
Setelah lantunan doa yang dibacakan sesepuh dari masjid desa selesai, warga dan wisatawan mulai makan tumpeng bersama-sama. Suasana kebersamaan dan kehangatan terasa saat warga dan wisatawan menikmati makanan yang disajikan.
Usai kegiatan makan bersama, akan diadakan pembacaan Lontar Yusuf (Surat Yusuf) hingga tengah malam di rumah salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Selain suasana kebersamaan, daya tarik ritual adat Tumpeng Sewu adalah sajian Pecel Pithik. Pecel Pithik, akronim dari 'Ungucel-ngucel barang sithik', adalah sajian khas yang hanya disajikan saat selamatan.
Pembuatan pecel pithik menggunakan ayam kampung yang dibakar dan dicampur dengan kelapa yang dibumbui. Ayam ini dipotong kecil-kecil dan dicampur dengan kelapa muda yang diparut dan dibumbui. Sajian Pecel Pithik semakin lengkap jika disantap bersama sambal kacang khas suku Osing.
Social Footer