Sambangdesa.com / Mataram - Menyusuri Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, membawa suasana tenang yang memukau. Perjalanan sekitar satu setengah jam dari Kota Mataram ini dihiasi hamparan sawah luas dan terasering rapi, dengan suara kicauan burung serta udara dingin sejuk khas kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang menyambut kedatangan pengunjung menuju Air Terjun Jeruk Manis.
Meski Desa Jeruk Manis telah mencuri perhatian sebagai destinasi wisata alam, kehidupan sehari-hari penduduknya tidak melulu soal kemewahan. Di sudut desa, sekumpulan ibu-ibu paruh baya dengan logat Sasak khas Kotaraja asyik bercengkrama sambil memilah anakan padi untuk ditanam. Inaq Jatna, salah satu dari mereka, menceritakan kesehariannya sebagai buruh tani dengan upah Rp50 ribu per hari.
“Dapur tetap mengepul tiap pagi dan malam, itu yang penting,” ujarnya sambil tersenyum. Bagi Jatna dan rekan-rekannya, musim tanam dan panen adalah waktu krusial untuk menopang kehidupan, walau penghasilan tidak besar.
Desa yang memiliki lahan persawahan seluas 160,67 hektare ini rutin panen dua kali setahun, dengan kontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai lumbung pangan nasional. Meski sempat terdampak El-Nino pada 2024, hasil panen tetap terjaga.
Jatna mengungkapkan, kerja keras mulai dari usia 15 tahun di lahan becek tak pernah surut. “Daripada ngarit rumput, yang tidak menghasilkan cuan, mending tanam padi ini,” katanya.
Perempuan-perempuan di Desa Jeruk Manis menghadapi berbagai keterbatasan: tidak memiliki lahan, modal, bahkan terkadang sulit berkomunikasi. Mereka belum sepenuhnya bisa memanfaatkan potensi desa sebagai destinasi wisata, seperti membangun homestay atau menjadi pemandu wisata karena keterbatasan bahasa dan sumber daya.
Namun, tekad mereka sebagai “pahlawan pangan” tetap kuat, berjuang memastikan NTB tetap terdata sebagai lumbung pangan nasional. Saat melihat wisatawan asing dari Rusia yang datang berkunjung, ibu-ibu buruh tani hanya bisa tersenyum dan berkomunikasi lewat gerakan tangan, menyadari keterbatasan bahasa tapi tetap bangga dengan peran mereka.
Kepemimpinan Gubernur Iqbal dan Wakilnya Dinda memberi harapan baru bagi para buruh tani. Salah satu agenda prioritas gubernur adalah ketahanan pangan, yang disambut dengan senyum optimis oleh para perempuan desa ini.
“Kami berharap bisa dapat pekerjaan tetap,” ungkap mereka dengan harap.
Gubernur Iqbal menargetkan tercapainya triple agenda dalam lima tahun ke depan guna mencapai nol kemiskinan ekstrem pada 2029. Kepala Bappeda NTB, Iswandi, menjelaskan 10 program unggulan yang akan dijalankan, termasuk NTB Sehat dan Cerdas, Desa Berdaya, NTB Agro Maritim, dan Pariwisata NTB Berkualitas.
Di Desa Jeruk Manis, potret masyarakatnya yang gigih mencerminkan semangat program-program tersebut, memperlihatkan keseimbangan antara tantangan kemiskinan dan upaya memajukan ketahanan pangan serta pariwisata berkelas dunia.
Andreo, wisatawan asal Rusia, berbagi pengalamannya setelah sebulan tinggal di Bali sebelum berkunjung ke Lombok dan Desa Jeruk Manis. Ia merasakan kontras yang nyata antara kedua tempat tersebut.
“Lombok, khususnya Desa Jeruk Manis, jauh lebih tenang,” katanya, menambahkan bahwa kedamaian desa ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong yang mencari ketenangan.
Desa Jeruk Manis bukan hanya destinasi wisata alam yang memikat, melainkan juga rumah bagi para pahlawan pangan yang berjuang di balik layar. Perempuan-perempuan buruh tani yang gigih menjaga ketahanan pangan NTB menggambarkan kisah nyata tentang keteguhan dan harapan di tengah tantangan. Desa ini mengingatkan kita bahwa di balik keindahan alam, ada perjuangan manusia yang tak kalah indah untuk dihargai dan didukung

Social Footer