![]() |
| Kondisi Perkampungan Saat Banjir Melanda Sejumlah Wilayah di Aceh / Kredit Foto: @acehmatadrone |
Menurut Tito Karnavian, dari 22 desa yang hilang akibat bencana alam tersebut, 13 berada di Aceh, delapan di Sumatera Utara, dan satu desa di Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi bukan hanya pada desa-desa tersebut, tetapi juga berdampak pada infrastruktur pemerintahan desa.
“Data kami menunjukkan bahwa ada desa yang hilang itu totalnya 22. Di Aceh ada 13 hilang, tersapu. Di Sumatera Utara ada 8. Sumatera Barat ada 1,” ujarnya.
Lebih jauh, Tito menjelaskan bahwa jumlah kantor desa yang terdampak di tiga provinsi ini mencapai 1.580 unit. Aceh menjadi wilayah paling parah terdampak dengan 1.455 kantor desa mengalami kerusakan, membuat aktivitas pemerintahan desa terhenti pascabanjir.
“1.455 itu di Aceh. Kemudian Sumatera Utara 93, dan Sumatera Barat 32. Jadi memang agak jauh bedanya. Dan paling banyak itu adalah di Aceh Utara 800 lebih dan Aceh Tamiang,” jelasnya.
Kerusakan parah ini menimbulkan tantangan besar dalam proses pemulihan dan pemulihan kehidupan masyarakat desa yang terdampak. Kehilangan desa secara fisik bukan hanya masalah infrastruktur, tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi warga yang harus direlokasi atau membangun kembali dari awal.
Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah kini tengah menyusun langkah strategis untuk mempercepat rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk memastikan keberlanjutan pemerintahan desa yang menjadi ujung tombak pelayanan publik di wilayah terdampak.
Bencana alam yang menimpa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir tahun 2025 ini telah mengakibatkan kerusakan besar, termasuk hilangnya 22 desa dan ribuan kantor desa yang terdampak. Data ini menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan bencana dan dukungan berkelanjutan bagi pemulihan kawasan terdampak. Masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat bersinergi untuk membangun kembali desa-desa ini agar kehidupan dapat kembali normal.

Social Footer