![]() |
Objek wisata di Desa Wisata Cipta Karya Bengkayang yang masuk dalam Jaring Desa Wisata di Kalimantan Barat / Foto: ANTARA |
Dalam keterangannya, Kepala Disporapar Kalbar, Windy Prihastari, mengatakan bahwa program ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi lokal di berbagai desa sehingga mampu berkembang menjadi destinasi wisata berkelanjutan. Ia menekankan bahwa pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki hubungan erat yang saling mendukung. Desa wisata, tambahnya, diharapkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan sektor kreatif.
“Pariwisata dan ekonomi kreatif tidak bisa dipisahkan. Desa wisata harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pengembangan sektor kreatif,” kata Windy dalam pernyataan resmi di Pontianak.
Proses masuknya sebuah desa ke dalam Jaringan Desa Wisata Nasional tidaklah mudah. Desa-desa yang ingin bergabung harus memenuhi berbagai indikator yang ditetapkan, antara lain memiliki potensi ekonomi kreatif yang kuat, daya tarik wisata, serta kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Sejak 2020, Disporapar Kalbar telah memetakan potensi desa wisata di wilayah tersebut dan memberikan pendampingan intensif kepada desa-desa yang dianggap memiliki potensi besar. Pendampingan ini mencakup kunjungan langsung, pelatihan, hingga promosi melalui penyediaan dokumentasi dan video pendek secara gratis.
“Kami juga mengadakan berbagai program pelatihan untuk pemerintah desa dan bekerja sama dengan pemuda setempat guna membantu pengembangan desa-desa wisata di Kalimantan Barat,” ujar Windy.
Dalam program ini, Disporapar Kalbar berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah desa, pemuda lokal, dan komunitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Desa-desa yang berhasil memenuhi kriteria kemudian diusulkan ke Kemenparekraf untuk disertakan dalam Jadesta.
Hasilnya, hingga saat ini, 180 desa wisata di Kalbar telah resmi terdaftar dalam Jadesta, dengan beberapa desa di antaranya menerima penghargaan atas pengelolaan wisata yang inovatif. Desa-desa tersebut dinilai berhasil mengembangkan sektor kerajinan, kuliner, homestay, hingga jasa wisata, sehingga menarik minat wisatawan domestik maupun internasional.
Pengembangan desa wisata di Kalbar bukan hanya bertujuan meningkatkan kunjungan wisatawan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat setempat. Melalui penguatan sektor UMKM, desa-desa wisata diharapkan mampu membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama di bidang kerajinan lokal, kuliner khas, dan jasa penginapan.
“Ke depan, kami akan terus mendorong promosi dan kolaborasi agar desa-desa wisata di Kalbar semakin dikenal luas dan menarik lebih banyak wisatawan,” kata Windy.
Meskipun program ini dihadapkan pada tantangan seperti efisiensi anggaran dan keterbatasan infrastruktur, Disporapar tetap optimistis. Menurut Windy, kolaborasi antara pemerintah, desa wisata, dan pihak swasta menjadi kunci utama dalam mengatasi hambatan tersebut. Ia juga menekankan bahwa dukungan dari masyarakat lokal sangat penting untuk menjaga keberlanjutan program ini di masa depan.
“Kolaborasi menjadi kunci dalam pengembangan pariwisata Kalimantan Barat,” tambahnya.
Pengembangan desa wisata di Kalimantan Barat menjadi langkah strategis pemerintah daerah dalam memperkuat sektor pariwisata berbasis ekonomi kreatif. Dengan 180 desa wisata yang sudah bergabung dalam Jadesta, Kalbar terus berusaha meningkatkan daya tarik pariwisata dan menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal.
Namun, ke depan, diperlukan upaya lebih lanjut untuk menjawab tantangan yang ada, termasuk promosi yang lebih luas dan peningkatan infrastruktur desa wisata. Kolaborasi semua pihak diharapkan menjadi solusi utama untuk mendukung keberhasilan program ini.
Social Footer