![]() |
Ivanovich Agusta, Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) / Foto: Ist. |
"Kalau teori itu benar di level meso, di komunitasnya sendiri, maka yang paling tepat kalau kita ingin membangun desa itu pasti selalu butuh kader, selalu butuh pendamping, atau manajer pengembangan komunitas di setiap level," ujar Sosiolog Pedesaan yang akrab disapa Ivan.
Dalam buku "Perubahan Sosial dan Masa Depan Nelayan Indonesia" karya Dosen SKPM IPB Rilus A. Kinseng, Ivan menilai bahwa pembangunan dapat dilakukan dengan praktik yang berteori. Gagasan ini sejalan dengan pendekatan berbasis teori meso, yang menghubungkan kebijakan dengan realitas di lapangan.
Pendekatan meso menempatkan komunitas sebagai penghubung antara kebijakan besar (makro) dan kehidupan individu atau kelompok kecil (mikro). Dengan pendekatan ini, pembangunan tidak hanya berorientasi pada kebijakan nasional yang seragam, tetapi juga mempertimbangkan dinamika sosial di tingkat komunitas.
Ivan menilai pendekatan seperti itu bernilai lebih efektif dibandingkan kebijakan yang dipaksakan secara seragam untuk semua daerah.
"Pendekatan yang memperhatikan realitas di lapangan lebih efektif dibandingkan kebijakan yang diseragamkan untuk semua daerah," kata Ivan.
Ivan menambahkan bahwa para kader pembangunan atau tenaga pendamping dapat berperan dalam mendiagnosis masalah, mencari solusi, dan menjaga motivasi komunitas dalam menyelesaikan persoalan sosial. Selain itu, Ivan juga menekankan bahwa perubahan sosial memerlukan jaringan yang luas.
Menurutnya, gerakan sosial dari kelompok nelayan atau petani tidak bisa bergerak sendiri, tetapi harus mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk golongan menengah dan atas.
"Gerakan sosial itu bisa membuat nelayan berdemo di Jakarta. Tapi yang lebih penting, mereka harus punya jaringan yang bisa sampai ke level menteri, bahkan bisa beraudiensi dengan presiden," kata Ivan.
Ia menjelaskan bahwa perjuangan kelompok masyarakat bawah tidak akan berjalan efektif jika tidak memiliki akses komunikasi dengan pihak yang lebih berpengaruh.
"Jika tidak ada komunikasi dengan kelompok menengah dan atas, sulit bagi gerakan sosial untuk mencapai kebijakan yang berpihak pada masyarakat bawah," ucapnya.
Social Footer