Sambangdesa.com / Boyolali - Inspektorat Boyolali mengungkapkan adanya Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan penyertaan modal besar di salah satu desa di Kecamatan Gladagsari yang kini terbengkalai. Kondisi ini berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp1 miliar.
Inspektur Pembantu 1 Inspektorat Boyolali, Lilik Subagiyo, menyatakan Bumdes tersebut adalah milik desa yang kepala desa dan beberapa perangkat desanya sedang diselidiki oleh Inspektorat Boyolali terkait dugaan korupsi.
Sebelumnya dilaporkan bahwa Inspektorat Boyolali sedang menyelidiki dugaan korupsi di sebuah desa di Kecamatan Gladagsari, Boyolali. Dugaan ini dilaporkan oleh masyarakat pada tahun 2023, melibatkan kepala desa dan perangkat desa.
Ada dugaan penggelapan hasil lelang tanah kas desa, penggadaian sepeda motor milik pemerintah desa, penggunaan dana CSR oleh oknum kepala desa, kurangnya transparansi dalam pengelolaan Bumdes, serta pengelolaan dana desa yang tidak sesuai. Lilik menyatakan bahwa kerugian negara akibat tindakan oknum kepala desa dan sekretaris desa diperkirakan lebih dari Rp100 juta.
Beberapa rekomendasi hasil pemeriksaan Inspektorat di desa tersebut telah ditindaklanjuti oleh sekretaris desa (sekdes). "Khusus untuk sekdes, indikasi dugaan terkait uang PBB yang dibawa sudah ada tindak lanjutnya. Namun, ada beberapa yang belum," ujar Lilik saat ditemui wartawan di Boyolali, Selasa (23/7/2024).
Terkait penggadaian sepeda motor inventaris desa, barang tersebut telah diambil kembali oleh kakak dari aparatur desa yang bersangkutan untuk mencegah kasus tersebut berlanjut.
Di sisi lain, lanjutnya, rekomendasi hasil pemeriksaan yang berhubungan dengan kepala desa belum ada tindak lanjut sama sekali. "Langkah dari Inspektorat, kami terus melakukan monitoring. Jika tindak lanjut tidak bisa dilakukan pembinaan, kami akan melimpahkan ke aparat penegak hukum (APH) yang lain," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan Inspektorat Boyolali belum memiliki cukup waktu untuk melaksanakan pemeriksaan di Bumdes yang dimiliki desa di Gladagsari tersebut. Pemeriksaan sebelumnya dibatasi agar tidak masuk ke Bumdes. Namun, Lilik menyebut ada potensi penyelewengan di Bumdes karena pengelolaannya terbengkalai.
Lilik menyatakan bahwa ketika uang negara digunakan untuk membangun sesuatu tetapi terbengkalai, itu adalah salah satu indikasi kerugian negara.
"Justru kasus di Bumdes perlu dibuka lebih lebar lagi terkait pengelolaannya. Sampai saat ini, uang desa yang masuk Bumdes itu sangat besar. Dibandingkan dengan desa-desa lain, desa ini memiliki penyertaan modal yang cukup tinggi, namun proyek Bumdes semuanya mangkrak," jelasnya.
Modal yang disertakan pada Bumdes setempat, lanjut Lilik, tidak memiliki pertanggungjawaban yang jelas. Hal ini bisa menjadi potensi terjadinya penyelewengan.
"Potensi kerugian negara sesuai dengan uang yang masuk ke Bumdes sekitar Rp1 miliar lebih. Jumlah pastinya akan diketahui setelah dihitung oleh lembaga yang berwenang," tambahnya.
Ketika ditanya apakah ada kemungkinan uang penyertaan modal Bumdes disalahgunakan, Lilik menyatakan belum bisa menyimpulkan demikian.
"Namun, data awal menunjukkan bahwa bangunannya ada, tetapi mangkrak. Ini yang harus dicari tahu penyebabnya. Saya yakin uang tersebut digunakan untuk membangun, namun untuk hal lainnya belum diketahui secara detail. Saya yakin tidak disalahgunakan, hanya saja bangunannya mangkrak," katanya.
Bumdes tersebut awalnya digunakan untuk pembangunan taman besar dengan penyertaan modal hingga Rp1 miliar. Belajar dari kasus di desa di Kecamatan Gladagsari tersebut, Lilik menginisiasi inovasi dengan menempatkan agen rahasia yang mengawasi penggunaan anggaran desa.
Ia menjelaskan bahwa hanya dia dan orang yang ditunjuk yang mengetahui agen tersebut. "Kami melihat ada 261 desa di Boyolali, sedangkan jumlah pegawai Inspektorat hanya 30 orang. Tidak mungkin kami bisa memeriksa setiap desa setiap tahun. Paling kami bisa memeriksa 16-36 desa saja," terangnya.
Ia menambahkan bahwa desa-desa rawan penyelewengan keuangan dan aset desa. Lilik tidak ingin hal tersebut terjadi di Boyolali, sehingga ia membuat program deteksi dini agar potensi kecurangan bisa dicegah.
Karena itu, Lilik juga menginisiasi program Jadi Kades (Jaringan Agen Desa) untuk mengawasi keuangan dan aset desa. Ia mulai berkoordinasi dengan agen desa untuk mendeteksi dini potensi kecurangan di desa.
Tugas para agen rahasia adalah memasukkan data mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan hingga pelaporan kegiatan di desa. Data tersebut kemudian dikirimkan ke Inspektorat Boyolali untuk diolah sehingga bisa diketahui apakah ada risiko kecurangan dalam pengelolaan aset dan keuangan desa.
"Harapan kami dengan adanya Jadi Kades, keuangan dan aset desa bisa terselamatkan dan benar-benar menyasar kepada masyarakat. Dengan demikian, keuangan desa tidak disalahgunakan," ujarnya.
Social Footer