Sambangdesa.com / Merangin - Pembangunan jaringan internet di Indonesia masih belum merata, meskipun negara ini telah merdeka selama 78 tahun. Sebuah contoh yang menggambarkan ketidakmerataan ini terlihat di Desa Rantau Kermas, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jambi. Desa ini berada di perbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan belum memiliki akses yang mudah terhadap sinyal internet.
Sebanyak 535 penduduk di desa ini, yang terletak di sekitar hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), masih mengalami kesulitan dalam mengakses informasi di dunia maya dengan cepat. Mereka harus menempuh perjalanan mendaki bukit sejauh 12 kilometer untuk bisa terhubung dengan jaringan internet.
Meskipun demikian, nama Desa Rantau Kermas telah dikenal di seluruh dunia karena usahanya dalam menjaga hutan adat Kara Jayo Tuo seluas 310 hektar tetap lestari. Bahkan, beberapa tokoh terkenal seperti anggota grup KPop BTS, warga Norwegia, dan seniman di Indonesia telah turut serta dalam usaha melestarikan pohon-pohon di hutan adat tersebut, membantu masyarakat setempat dalam pengembangan ekonomi.
Warga desa telah mulai mengembangkan usaha pengolahan kopi, dari biji menjadi bubuk, dengan kemampuan produksi mencapai 300 kilogram per hari di bawah naungan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Kopi Serampas. Potensi wisata di desa ini juga meliputi air terjun dengan ketinggian belasan meter, Danau Depati IV dengan pemandangan memukau yang sering berkabut, seolah berada di atas awan.
Namun, untuk mencapai desa ini, masih diperlukan perjalanan menggunakan mobil atau motor selama 10 jam dari Kota Jambi dan 3 jam dari Kota Bangko.
Keberadaan di daerah perbatasan membuat warga Desa Rantau Kermas terus berjuang untuk mendapatkan infrastruktur jaringan internet, seperti base transceiver station (BTS) atau menara sinyal. Ketidakmampuan untuk mendapatkan sinyal telah menyebabkan mereka kehilangan peluang dalam menjual produk Kopi Serampas dan juga mengalami kesulitan dalam memberi kabar kepada kerabat yang berada di tempat yang jauh.
Sekretaris Desa Yudi Irmawan berharap pemerintah dapat mendengar keluhan mereka terkait kebutuhan akan akses internet yang sangat penting. Walaupun sudah hampir 30 tahun berjuang, upaya pengajuan pembangunan menara sinyal kembali dilakukan dua tahun lalu. Meskipun pemerintah telah merespons dengan baik, belum ada perkembangan nyata dalam hal ini.
Desa ini terletak di lembah dan dikelilingi oleh hutan, sehingga sinyal dari menara terdekat tidak dapat menjangkau desa. Demi mendapatkan akses internet, warga harus mendaki bukit dan berjalan sekitar 12 kilometer terlebih dahulu. Namun, sejak peristiwa tragis di Desa Air Batu pada tahun 2021, di mana seseorang diterkam harimau saat mencari sinyal, warga menjadi enggan mencari sinyal di tempat terbuka.
Adanya akses sinyal internet akan memberikan manfaat bagi para petani kopi di desa ini, memungkinkan mereka untuk memantau harga kopi secara real-time. Selain itu, pemerintah desa juga dapat mempromosikan potensi desa kepada dunia luar, tidak hanya dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi pariwisata dan budaya. Warga di desa ini berharap agar sinyal internet dapat diterima di kampung mereka.
Kekurangan sinyal juga berdampak pada pengelolaan bisnis BUMDes. Penjualan kopi milik desa yang sebelumnya bisa mencapai 3 ton per bulan, kini hanya mampu terjual 300 kilogram per bulan karena kesulitan dalam mengelola pemesanan melalui internet. Dengan adanya sinyal, BUMDes dapat menjual produk secara online dan melakukan promosi yang lebih luas.
Kesulitan dalam mendapatkan sinyal internet ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah terhadap aspirasi masyarakat di tingkat akar rumput. Program 1.000 tower internet gratis yang diinisiasi oleh Gubernur Jambi, Al Haris, belum menyentuh desa yang terletak di perbatasan ini.
Social Footer