IGAK Kartika Jaya, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali / Foto: Ist. |
"Penting bagi desa adat untuk memiliki pararem sebagai dasar hukum (adat) untuk dudukan atau kontribusi wajib dari krama tamiu. Pararem ini didasarkan pada perda dan pergub yang telah dilegalkan," kata IGAK Kartika Jaya, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali, dalam diskusi 'Korelasi Dudukan Terhadap Pelayanan Adat' pada Kamis (22/6/2023).
Kartika Jaya juga menekankan bahwa pararem yang telah diakui secara hukum harus memenuhi standar keadilan, kemanfaatan, kepatutan, serta perundang-undangan. Pararem tersebut harus dikumpulkan dan digunakan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan. "Berdasarkan arahan dari KPK, dudukan ini harus memiliki standar jenis dan besaran yang jelas. Perlu juga aturan mengenai penggunaan dudukan ini. Oleh karena itu, kami akan bekerja sama dengan Inspektorat Provinsi Bali untuk menciptakan manajemen desa adat yang profesional dan akuntabel, tanpa maksud untuk campur tangan dalam urusan desa adat," tegas Kartika Jaya.
Di sisi lain, Ketut Sumarta, Panyarikan Agung Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, menjelaskan bahwa dudukan merupakan bentuk "royalti" atas usaha krama desa adat dalam mencapai kasukretan jagat (kebahagiaan universal). Upaya untuk mencapai kasukretan jagat ini tidaklah mudah dan murah, melibatkan ritual niskala dan usaha-usaha dalam dunia nyata.
"Krama desa adat di Bali telah melaksanakan upaya untuk mencapai kasukretan jagat selama 11 abad. Namun, dengan adanya investasi dan peningkatan ekonomi, serta masuknya pendatang ke Bali, mereka seharusnya berkontribusi dalam mewujudkan kasukretan jagat yang juga dinikmati oleh mereka," ungkap Sumarta.
Kasukretan dalam tradisi Bali meliputi ketentraman, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kedamaian dalam dunia nyata maupun dunia spiritual. Nilai-nilai ini telah dijaga oleh desa adat selama berabad-abad.
"Siapapun yang menikmati kasukretan yang diciptakan harus berkontribusi. Jika tidak memberikan kontribusi, mereka dianggap 'mamirat' atau berhutang kepada tanah adat di mana mereka berada," jelas Sumarta.
Selain itu, penting bagi desa adat yang telah memiliki pararem tentang dudukan untuk menyosialisasikan isi pararem tersebut kepada krama tamiu dan tamiu. Selanjutnya, perlu dijelaskan bagaimana dudukan tersebut akan dimanfaatkan. Jika jangkauan wilayah desa adat lebih luas dan memiliki jumlah penduduk yang banyak, hal tersebut dapat diwakilkan oleh tokoh setempat seperti Rukun Tetangga (RT).
"Beberapa desa adat sudah melaksanakan sosialisasi mengenai pararem dudukan. Bahkan ada yang meningkatkan standar dengan menyepakati besaran dudukan dan jadwal pengumpulan dudukan secara reguler. Dudukan ini penting karena selain sebagai kontribusi, juga untuk mengetahui identitas orang-orang yang masuk dan keluar wilayah desa adat serta pekerjaan mereka," tegasnya.
Selanjutnya, Sumarta sebagai Penyarikan Agung MDA Bali mengungkapkan manfaat dari dudukan tersebut. Provinsi Bali terdiri dari wilayah adat di mana pun seseorang berada. Jika krama tamiu dan tamiu mengalami musibah seperti Panca Baya, desa adat memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan.
Krama tamiu dan tamiu yang tercakup dalam dudukan berhak mendapatkan pertolongan dari warga adat. Misalnya, kulkul bulus sebagai tanda bahaya dapat dibunyikan untuk memberikan peringatan kepada krama tamiu dan tamiu di wilayah adat yang bersangkutan. Di sisi lain, ada jaminan keamanan dan pengayoman niskala yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan wilayah desa adat.
Social Footer