Sambangdesa.com - Apakah Anda pernah mendengar tentang Gurindam Dua Belas? Karya sastra klasik ini bukan sekadar puisi biasa, melainkan panduan moral dan etika yang telah menginspirasi banyak generasi di Indonesia dan Malaysia. Ditulis oleh Raja Ali Haji pada tahun 1846, Gurindam Dua Belas tetap relevan hingga kini sebagai sumber kebijaksanaan dan nilai-nilai luhur.
Raja Ali Haji, seorang sastrawan ternama asal Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, adalah sosok di balik Gurindam Dua Belas. Ia merupakan keturunan Bugis-Melayu yang berpengaruh di Kesultanan Riau-Lingga, wilayah yang mencakup sebagian besar Kepulauan Riau dan Johor. Karya ini ditulis dalam aksara Arab-Melayu atau Jawi, sebuah sistem tulisan yang digunakan masyarakat Melayu pada masa itu.
Gurindam Dua Belas terdiri dari 12 pasal, masing-masing berisi dua baris berima yang membentuk puisi berpasal. Setiap pasal menyampaikan nasihat tentang moral, etika, dan tuntutan agama, yang diwariskan secara turun-temurun sebagai pedoman hidup.
Karya ini lahir pada tahun 1846 di Pulau Penyengat, pusat kebudayaan Melayu pada abad ke-19. Saat itu, Raja Ali Haji menulis Gurindam Dua Belas sebagai refleksi atas nilai-nilai kehidupan yang ingin ia wariskan kepada masyarakatnya. Meski berusia lebih dari satu setengah abad, pesan-pesan dalam gurindam ini tetap hidup dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Gurindam Dua Belas bukan hanya karya sastra, tetapi juga cermin budaya dan spiritual masyarakat Melayu. Ia mengajarkan nilai-nilai universal seperti kejujuran, kesabaran, dan tanggung jawab yang relevan lintas zaman dan tempat. Karya ini menjadi jembatan penghubung antara tradisi dan modernitas, sekaligus memperkuat identitas budaya Melayu di Indonesia dan Malaysia.
Pengakuan atas nilai penting Gurindam Dua Belas semakin nyata ketika pada tahun 2013, karya ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia dalam kategori Tradisi dan Ekspresi Lisan. Status ini memberikan perlindungan hukum sekaligus mendorong pelestarian oleh komunitas lokal.
Pelestarian Gurindam Dua Belas dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengajaran di sekolah, pertunjukan seni, hingga penelitian akademis. Komunitas lokal di Kepulauan Riau aktif menjaga tradisi ini agar tidak hilang ditelan zaman. Selain itu, penggunaan aksara Jawi dalam karya ini juga menjadi fokus pelestarian agar generasi muda tetap mengenal akar budaya mereka.
Gurindam Dua Belas adalah contoh nyata bagaimana sastra klasik mampu bertahan dan terus memberikan inspirasi. Melalui karya ini, Raja Ali Haji tidak hanya meninggalkan puisi indah, tetapi juga pedoman hidup yang mengajarkan nilai moral dan spiritual. Warisan ini mengajak kita untuk menghargai dan melestarikan kekayaan budaya yang menjadi identitas bangsa.
Apakah Anda pernah membaca atau mendengar Gurindam Dua Belas? Bagikan pengalaman Anda dan mari bersama menjaga agar warisan budaya ini tetap hidup dan menginspirasi generasi mendatang.

Social Footer