![]() |
Foto: Istimewa |
Proyek penulisan ulang sejarah ini menargetkan terbitnya 11 jilid buku sejarah yang akan mencakup berbagai aspek dari sejarah bangsa Indonesia.
Penulisan sejarah baru ini akan mencangkup Sejarah Awal Nusantara, Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina, Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah, Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi, Respons Terhadap Penjajahan, Pegerakan Kebangsaan, Perang Kemerdekaan Indonesia, Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi, Orde Baru (1967-1998), Era Reformasi (1999-2024), dan yang terakhir Faktaneka dan Indeks.
Pada rapat Komisi X DPR RI dan Kementerian Kebudayaan pada 26 Mei 2025 lalu, disepakati bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia ini harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dan diharapkan narasi yang dihasilkan lebih komprehensif dan merepresentasikan memori kolektif bangsa.
Anggota DPR RI Nilam Sari Lawira pun mendukung inisiatif Kementerian Kebudayaan untuk melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia.
Namun Ia menekankan pentingnya pendekatan gender mainstreaming dalam penulisan sejarah Indonesia yang baru.
"Penulisan sejarah Indonesia selama ini masih sangat maskulin dan terfokus pada tokoh-tokoh laki-laki. Padahal, perempuan juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan, pembangunan, hingga pelestarian budaya lokal," ujar Nilam Sari Lawira pada Selasa, 10 Juni 2025.
Ia menambahkan, banyak tokoh perempuan yang selama ini terpinggirkan dalam narasi sejarah arus utama, padahal mereka berkontribusi besar di tingkat lokal maupun nasional.
Dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam kajian sejarah, bangsa Indonesia bisa membangun identitas kebangsaan yang lebih utuh dan menghargai semua elemen masyarakat.
"Ini penting, dan kami harap Kementerian Kebudayaan memperhatikan pendekatan gender dalam penulisan ulang sejarah bangsa ini," tandasnya.[Red]
Social Footer