Sambangdesa.com / Semarang – Di sebuah sudut Jawa Tengah, tepatnya di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, sebuah tradisi unik yang sarat makna masih terjaga dan dirayakan setiap tahun. Tradisi Popokan, yang dikenal sebagai ritual lempar lumpur, bukan sekadar hiburan semata, melainkan wujud rasa syukur, penghormatan terhadap alam, leluhur, serta upaya menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan.
Popokan berakar dari kisah lokal yang mengisahkan perjuangan masyarakat petani melawan gangguan binatang liar, yakni seekor harimau yang mengancam keselamatan mereka. Ketika senjata dan kekerasan tidak membuahkan hasil, warga menempuh cara unik dengan menggunakan lumpur sebagai senjata untuk mengusir bahaya tersebut.
Sejak itu, lempar lumpur menjadi simbol perlindungan dari kekuatan negatif dan ungkapan syukur atas keselamatan serta hasil panen yang melimpah.
Tradisi Popokan terdiri dari lima rangkaian utama yang berlangsung secara berurutan:
1. Kirab Hasil Bumi
Warga mengarak hasil bumi seperti nasi gunungan, sayur urap, pisang raja, ikan sungai, dan ayam, disertai replika harimau sebagai simbol awal cerita. Kirab ini juga menampilkan berbagai kesenian tradisional seperti reog, jatilan, drumband, dan angklung, sebagai ekspresi syukur dan kebersamaan masyarakat.
2. Sesaji dan Selamatan
Doa bersama dan selamatan diadakan di rumah kepala desa atau rumah bayan, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan alam.
3. Popokan atau Lempar Lumpur
Puncak acara yang paling dinanti, di mana warga dari berbagai usia saling melempar lumpur di area persawahan atau sepanjang jalan desa. Mereka yang terkena lumpur diyakini akan memperoleh berkah dan perlindungan.
4. Bersih Diri di Sendang
Setelah lempar lumpur, warga membersihkan diri di sumber air alami seperti sungai atau sendang di sekitar desa.
5. Kenduri dan Makan Bersama
Acara diakhiri dengan makan bersama, membagikan hasil bumi, mempererat rasa kebersamaan dan solidaritas antar warga.
Lebih dari sekadar ritual, Popokan mengandung makna filosofis yang mendalam:
1. Simbol Pembersihan dan Perlindungan
Lempar lumpur menjadi simbol pelepasan dan pengusiran energi negatif, hama, dan ancaman alam yang berpotensi merusak kehidupan petani.
2. Rasa Syukur terhadap Alam dan Panen
Melalui sesaji, kirab, dan pesta bersama, masyarakat menunjukkan penghargaan atas nikmat panen dan kelimpahan air, esensi utama bagi kehidupan agraris mereka.
3. Penguatan Kebersamaan dan Jaringan Sosial
Keterlibatan seluruh warga, mulai dari anak-anak hingga orang tua, menciptakan ikatan komunitas yang kuat dan spirit gotong royong yang hidup dalam tradisi.
4. Pendidikan Budaya dan Nilai Sosial
Popokan menjadi medium pembelajaran bagi generasi muda untuk menghormati alam, leluhur, serta nilai spiritual yang melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Dilaksanakan setiap tahun pada Jumat Kliwon, antara akhir Agustus hingga awal September, Popokan bukan hanya menjadi hiburan lokal, melainkan cerminan harmoni antara manusia dan alam. Dalam perubahan zaman yang cepat, pelestarian tradisi ini penting sebagai warisan kearifan lokal yang relevan dan memberi makna bagi kehidupan masyarakat.
Dari lempar lumpur yang tampak sederhana, tersimpan pesan mendalam tentang pembersihan diri, perlindungan, dan rasa syukur atas keselamatan serta rezeki yang diberikan alam.
Tradisi Popokan menawarkan pelajaran berharga tentang bagaimana sebuah komunitas dapat menjaga keseimbangan antara alam, budaya, dan sosial melalui ritual yang kaya makna. Pembaca diajak merenung dan berbagi pengalaman mengenai pentingnya melestarikan warisan budaya yang mengajarkan harmoni dan rasa syukur dalam kehidupan.

Social Footer